Kamis, 15 Agustus 2013

(another) Crush?

Setelah album XOXO dan Repackaged-nya EXO dirilis dan saya dengarkan dengan seksama berulang-ulang, makin lama saya menyukai suara Chen. Melalui beberapa reality show, saya juga menyukai kepribadian Chen. Kalau boleh jujur, saya rasa saya jatuh cinta pada Chen (tapi Luhan tetep jadi terfavorit). Hehehe. Nah, saat sedang menjelajahi alam pikiran saya, akhirnya keluar sebuah imajinasi yang mendorong saya untuk menulis fanfiction lagi. Fanfiction ini diilhami oleh Chen dan rasa kagum saya kepada salah satu main vocalist EXO ini.


Writer: Myself
Main cast: Chen, Younha
Genre: Romance

“I prayed for this moment with closed eyes| I will embrace you, my lover’s heart, slowly | Today is the only chance, I’ll take the first step.
I know that I’m so foolish | I’m not used to this, only knowing you| As I take the first step | Follow me girl, please come closer.
I’ve fallen for you deep within my heart | Only you are my everything, my heaven,” sepenggal lirik sudah aku nyanyikan, kini saatnya aku menunggu. Hatiku berdebar-debar tak karuan. Oh Tuhan, Engkau benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku tahu Engkau mencintaiku, kalau tidak, aku yakin jantung ini akan meledak sedari tadi dan pastinya aku sudah tak sadarkan diri saat ini.
Younha, seorang gadis yang mampu memberi kepercayaan diriku untuk mencoba memberikan hati ini  kepadanya. Dia juga merupakan salah seorang teman kursus pianoku. Aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali melihat jemari indahnya menari-nari dengan lincah diatas tuts-tuts piano memainkan sebuah lagu kesukaanku. Pada saat itu aku sudah yakin kalau Younha adalah jodohku. Hari demi hari berlalu, kami pun semakin dekat dan akrab. Ada banyak hal yang kuketahui tentang dia dan begitu pula sebaliknya. Kami berdua memiliki banyak kemiripan dan selera kami pun juga sama. Aku pun semakin mantap dan percaya bahwa dia adalah cinta sejatiku.
“Chen, kita adalah sahabat dekat. Kamu mengenalku sebegitu dekat hingga tidak ada satu hal pun yang aku sembunyikan darimu, begitu pula denganku. Aku sangat berterima kasih atas semua kebaikan yang kamu berikan. Aku sangat menyayangimu…,” helaan nafas panjangnya meyakinkan diriku akan kalimat yang akan diungkapkan selanjutnya ,”... aku menyayangimu seperti saudaraku, Chen. Aku harap berkataanku ini tidak akan mengubah hubungan kita untuk selanjutnya dan selamanya.”
Oh God, kalaupun aku bukan lelaki, mungkin aku sudah hancur lebur. Usapan tangannya lembut di kedua belah tanganku tidak bisa mengobati remuknya hati ini. Aku kecewa. Sepertinya Tuhan sangat memahami suasana hatiku saat ini ketika Ia menumpahkan seluruh air kekecewaan di bumi pertiwi hari ini. Hujan turun dengan derasnya, langit pun menghitam kelam.
Kalaupun hari ini terlalu dingin untuk menyesap air dingin, aku tidak peduli. Entah sudah berapa gelas bubble tea dingin yang sudah kuhabiskan. Selama lembaran uang di kantongku tidak habis, aku tidak akan berhenti memesan bubble tea dingin kepada pramusaji yang sedari tadi memandangku dengan kasihan. Air es cukup mampu membuat hidungku memerah dan membuatku menjadi pilek. Ini alasan lain yang akan kupilih untuk menyembunyikan tangisku, daripada harus berhujan-hujanan seperti orang bodoh diluar sana, meskipun aku tahu tindakanku juga tak kalah bodoh. Cinta memang bodoh, bukan? Atau aku satu-satunya orang bodoh didunia ini?
Beberapa orang sepertinya sedang menikmati hujan hari ini. Mereka berjalan kesana kemari bersama pasangannya berpayungan bersama. Ada apa pula dengan payung-payung kuning, oranye, dan jingga itu. Cih, aku tidak suka warna cerah. Memuakkan.
“Permisi, bisakah aku mendapatkan satu gelas bubble tea dingin lagi?” tanyaku pada pramusaji yang lewat disampingku. Ia pun mengangguk dan mengatakan padaku bahwa aku akan mendapatkannya segera. Menunggu bubble tea untuk sampai dimejaku juga cukup memuakkan. Apakah pramusaji tadi tidak tahu arti kata segera? Ah, aku rasa dia juga salah seorang pemberi harapan palsu yang pintar.
Ketika pikiran ini masih disibukkan akan berbagai harapan palsu, seseorang sedang berlari menghindari hujan dan menghampiri tempat teduh. Ia berlari menuju ke arahku. Ia cukup basah kuyup saat sampai dibawah atap café ini. Ia pun menoleh, tersenyum, dan mengangguk singkat kepadaku. Deg.
Disaat ia mencoba mengusap-ngusah bajunya yang basah kuyup, aku tahu bahwa saat ini akan tiba juga. Sudah saatnya aku berbaik hati untuk meminjamkan sapu tangan ini kepadanya…
---------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar